Hi all,
Selasa kemarin saya pulang ke Rumah Perubahan, Bekasi.
Di sinilah 7 tahun lalu saya memulai pekerjaan fulltime pertama saya, bergabung dengan Kitabisa. Bahkan, di sinilah pertama kali Kitabisa lahir.
Waktu saya bergabung dulu, kami masih berempat, termasuk Timmy dan Vikra sebagai co-founder. Ini satu-satunya foto tim yang saya punya waktu kami masih di Rumah Perubahan.
Kami hanya sekumpulan anak muda yang bodoh dan naif, yang kebetulan punya misi. Syukurnya, misi ini dibantu banyak sekali orang baik, sehingga Kitabisa bisa berjalan terus hingga hari ini.
Diantara orang baik itu, adalah Prof Rhenald Kasali.
Beliau yang mendukung Timmy & Kitabisa sejak awal, di saat tidak ada orang yang tahu Kitabisa dan crowdfunding. Makanya, acara yang sebenarnya Buka Bersama Leaders Kitabisa kemarin berkesan sekali. Rasanya seperti pulang ke pesantren tempat kami berasal; kami santrinya dan Prof. Rhenald Kasali kiai-nya.
Kepulangan kemarin membuat saya semakin yakin: kita perlu sesekali menengok sebentar ke belakang untuk mensyukuri sejauh apa kita sudah berjalan. Sehingga setelahnya, kita bisa yakin sejauh apa kita bisa berjalan ke depan.
Menyambung cerita flashback saya di atas, berikut beberapa hal menarik di minggu ini:
Saya cerita tentang “pengalaman bekerja di startup kecil yang berhasil bertumbuh menjadi besar” di video berdurasi 22 menit ini. Termasuk di dalamnya beberapa cerita awal Kitabisa saat baru memulai di Rumah Perubahan.
Setelah sekian lama, akhirnya saya merasakan lagi diskusi di acara offline. Saya sharing di Masjid Salman ITB, berbagi cerita tentang Kitabisa dan gerakan sosial. Berikut rekamannya.
Salah satu hal yang saya bahas di sana: misi sosial itu butuh napas panjang. Jangan sampai kita jadi lilin; menerangi sekitar tapi membakar diri perlahan-lahan.
Karenanya butuh konsistensi. Prinsip utama untuk bisa konsisten: jauhkan diri dari penyakit kronis bernama perfeksionis.
Tips untuk konsisten membangun kebiasaan baru: gunakan metode Don’t Break The Chain. Saya bahas di video ini.
Ngomong-ngomong soal konsisten, saya mau kasih penghormatan buat podcaster panutan saya: Podcast Retropus yang sudah mencapai episode ke 400, konsisten tayang setiap minggu sejak pertama kali mengudara. Saya selalu bilang, jika ada satu podcast yang paling layak dan genuine menjadi panutan pemula, maka dia adalah Podcast Retropus. (Hi Dri, Feb, kalo lo liat ini, rispek!)
Soal podcast, saya sendiri 1-2 bulan terakhir ini sedang slowing down dan hanya rekaman kalo saya sedang mau. Saya capek dan sedang ambil jeda. Detilnya saya ceritakan di episode ini, yang hanya didengarkan pendengar setia Podcast Subjective karena tidak saya promote di mana-mana (kecuali sekarang, di newsletter ini).
Perjalanan konsistensi, atau lebih tepatnya persistensi, juga bisa dilihat di film Return to Space di Netflix. Cerita tentang perjalanan Elon Musk dan SpaceX menerbangkan kembali astronot ke luar angkasa selama dua dekade. Wajib nonton sih, gokil ceritanya.
Persistensi juga saya pelajari dari mentor (online) saya, Pandji Pragiwaksono. Ceritanya menjadi komika Indonesia pertama yang tur dunia bisa dibaca di buku Persisten dan film dokumenter Menemukan Indonesia. Kalo lagi pengen berani mimpi lagi, saya biasanya nonton ulang film ini.
Terakhir, film yang konsisten saya tonton sebulan terakhir bareng anak saya: Turning Red di Disney+. Minimal 10 kali lah saya udah nonton film ini; ceritanya seru, visualnya ciamik, dan yang paling penting musiknya asik (saya 4Townie!).
Itu tadi 10 rekomendasi saya. Memasuki seminggu terakhir Ramadan, semoga kita bisa memaksimalkan kebaikan di waktu tersisa.
Selamat lebaran dan kumpul bersama keluarga!
Hal yang paling susah untuk aku lakukan adalah konsisten, dan aku yakin untuk banyak orang juga. Thank you kak iqbal happy to read your newsletter